MRN Present
Buya Hamka ialah seorang ulama sufi yang berasal dari Padang Panjang. Nama asli beliau adalah H. Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau mempunyai bapak yang juga seorang guru besar yaitu Syeikh Abdul Karim yang terkenal di Sumatra. Oleh orang tua Buya Hamka dicita citakan untuk menjadi seorang ulama oleh Karena itu selain belajar di Sekolah Desai a juga belajar di Diniyah untuk belajar agama.
Ketika berumur 12 tahun kedua orang tua beliau bercerai. Karena perceraian ini membuat Buya Hamka menjadi kehilangan pegangan. Pendidikannya terbengkalai. Namun ia bertekat untuk menjadi manusia yang berguna. Untuk menambah wawasannya beliau sering membaca banyak buku yang ditulis oleh ulama, salah satunya adalah K.H Mas Mansyur.
Karena tekadnya itu dia ingin merantau ke Jawa. Tanpa sepengatahuan ayahnya ia merantau ke jawa lewat jalur darat tapi sebelum itu dia singgah dulu ke Bengkulu, Karena disana ada family dari keluarga ibunya. Karena dia mengidap penyakit cacar yang berujung ia dibalikan kembali ke Padang Panjang. Ia pun gagal merantau.
Pada kesempatan kedua ia mencoba dan mendapat restu dan doa dari ayahnya akhirnya ia berangkat ke Jawa atau lebih tepatnya Yogyakarta, di Yogyakarta ia belajar oleh beberapa ulama antara lain HOS Tjokroaminoto, Haji Fachruddin, dan ia juga belajar pada kaka iparnya yang menikah dengan akaknya yaitu Buya Sutan Mansyur, setelah itu dia diminta pulang oleh orang tuanya Karena untuk mengembangkan Muhammadiyah di Padang Panjang. Waktu ia di Padang Panjang ia sering mengisi pidato tetapi pada saat itu dia belum menguasai ilmu nahu dan shorof untuk membaca quran, akhirnya ia belajar ke kota Mekkah untuk belajar ilmu nahu dan shorof.
Akhirnya pada usia 18 tahun ia berangkat ke Mekkah dengan menggunakan kapal belanda yaitu Karimata. Disana ia belajar dengan Syekh amin Idris, disana ia memperdalam ilmu bahasa arabnya. Dan untuk memenuhi hidupnya ia bekerja pada percetakan buku buku agama, pada saat waktu luang ia sering sempatkan umtuk membaca banyak buku mulai dari pelajaran tauhid, filasafat, tasawuf, sirah dan lain lain, ia berniat untuk bermukim di mekkah beberapa tahun. Namun saat ia bertemu dengan Haji Agus Salim yang saat itu ia sedang melaksanakan ibadah haji, H Agus Salim menganjurkan Buya Hamka untuk pulang ke tanah air, akhirnya ia pun kembali ke tanah air.
Saat kembali ke tanah air ia memulai dakwahnya dan ia sering menulis Karena jalan dakwah inilah ia menjadi ulama sekaligus sastrawan yang cukup dikenal di tanah air . nama penanya adalah Hamka. Masyarakat kemudian lebih mengenalnya dengan sebutan Buya Hamka.
Yang membuat ia semangat adalah cobaan yang diberi oleh Allah SWT, yang pertama ia diuji dengan kedua orang tuanya yang bercerai, yang kedua ia sebelumnya adalah laki laki yang rupawan tapi Karena penyakit cacarnya ia berubah rupanya, yang ketiga banyak anak sekolah atas yang sering mengejeknya, yang keempat dia sering diejek Karena kurang pandai berbahasa arab, yang kelima ia ditolak menjadi guru di sekolah muhammadiyah Karena tidak memiliki galar diploma. Karena cobaan itulah ia mempunyai tekat untuk terus belajar sampai akhir hidupnya.
Kecintaannya untik menulis membuat ia menghasilkan puluhan buku buku. Diantaranya berjudul, Si Sabariyah, Agama dan Perempuan, Pembela Islam, Adat Minangkabau, Agama Islam, Kepentingan Tabligh, Ayat-ayat Mi’raj, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Terusir, Di Dalam Lembah Kehidupan,Ayahku, Falsafah Hidup dan Demokrasi Hidup. Bahkan sampai saat ini ada yang masih dicetak ulang.
Pada masa hidupnya ia juga pernah membangun suatu masjid yaitu Masjid Agung Al-Azhar, Pernah juga menjabat ketua umu YPI, dan presiden soekarno juga diminta soekarno untuk menjadi imam sholat jenazahnya pada saat ia meninggal.
Buya Hamka meninggal dunia pada hari jum’at, 24 Juli 1981. Beliau dikebumikan di TPU Tanah Kusir.
Sungguh ia termasuk seseorang yang sabar, tekun ,bijaksana dan berkomitmen dalam hidupnya ia suka membantu banyak sekali umat untuk terbebas dari kebodohan.
Karena Buya Hamka merupakan seorang ulama yang memiliki sifat qana’ah dia selalu menerima apa yang terjadi padanya tetapi dia mau bangkit untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain, tanpa memandang bulu siapakah orang itu. Dan dia memiliki hidup yang sederhana.
Ia selain berdakwah ia juga menjadi sastrawan dan banyak menerbitkan beberapa buku yang sampai saat ini masih dicetak